Selasa, 24 April 2012

Cinta, Jangan Kau Bersedih

Cinta, tema yang selalu menarik untuk dibahas, karena cinta adalah anugerah dari Yang Maha Pemberi Cinta. Cinta bisa datang kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Oleh karena itu, kendalikanlah dia sebelum rasa itu halal untuk kita.

Setiap awal pertemuan yang baik, sebaiknya diakhiri dengan cara yang baik pula, jika pada akhirnya memang perpisahan menjadi jalan yang harus dipilih, karena pada dasarnya sudah menjadi sunnatullah jika ada pertemuan pasti akan ada perpisahan.
Wanita memiliki hati dan perasaan yang lebih sensitif dibandingkan dengan pria, mungkin karena itu pulalah wanita ingin lebih dimengerti.

Ketika ada sesuatu hal yang menyebabkan terjadinya perpisahan dikarenakan tidak berjodoh misalnya, maka janganlah engkau bersikap lemah menyikapinya. Rasa putus asa, bersedih, ataupun menangis, hanya akan membuatnya lebih bersedih lagi, dan kemungkinan akan menimbulkan perasaan menyalahkan diri sendiri.



Mengapa disebut sikap yang paling bodoh? Karena tidak ada gunanya sikap menyalahkan diri sendiri, yang ada hanyalah membuang-buang waktu, tenaga, fikiran, perasaan, dan lain sebagainya.

Karena itu, cinta, janganlah kau bersedih. Bersedih boleh saja selama tidak berlebihan. Ingatlah bahwa Allah SWT akan selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Yakinlah, Dia tidak kan pernah salah dan tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Berharaplah hanya kepada Allah SWT, karena hanya Dia-lah sebaik-baik pengharapan. Insya Allah, kelak kau pun akan bahagia dengan pilihan-Nya. (KS / CJ )


Aku Suka Semua Tentangnya....

Aku merasakan satu rasa
Berdebar rasanya
Saat jumpa pertama
Dengan dirinya

Entahlah kapan rasa itu tiba
Ada sesuatu yang berbeda
Setiap jumpa dirinya
Walau hanya sebentar saja

Aku suka semua tentangnya
Semua kebaikannya
Bantuan yang diberikannya
Pengorbanan yang dilakukannya
Aku suka semua tentangnya

Semua ceritanya
Canda tawanya
Kisah cintanya
Aku suka semua tentangnya

Tentang dirinya
Kehidupannya
Pekerjaannya
Ah, aku suka semua tentangnya... Tapiii akankah mungkin rasa itu akan selalu ada ... entahhhhhh..


Jumat, 20 April 2012

Kau Sanggup Membuatku Tersenyum

Hujan gerimis kembali mengguyur Jakarta pagi itu. Seperti biasa, aku melangkahkan kakiku menuju kantor. "Hhh..." aku mendesah malas. Pagi itu rasanya malas sekali tuk berangkat kerja. Sudah bangun kesiangan, ditambah hujan. "Hmm.. Coba kalau libur, bisa gak keluar deh dari kamar."

Baru saja aku melangkah dari garasi rumahku, dan dengan malas kulangkahkan kakiku di depan kompleks perumahanku. Hujan gerimis seakan begitu mengerti kemalasanku pagi ini. Di balik jaket tebalku, aku berlindung dari rintik hujan yang masih setia menemani langkahku.

Beberapa saat kemudian, bis jemputan yang kutunggupun datang menghampiriku. Bersyukur mendapatkan posisi yang nyaman, Segera kuayunkan kakiku menuju bangku itu. Buspun melaju perlahan. Tak kuhiraukan pemandangan di kanan kiriku, aku sedang asyik menikmati rintik hujan yang menyirami dedaunan, seakan tersenyum dan menari mengajakku tertawa menyambut pagi.

Tiba-tiba sudut mataku menangkap sesosok kecil berlari menuju jalan. Kualihkan pandanganku ke arah pintu bus yang kutumpangi, aku melihat sosok kecil berdiri di dekat jendela bus ku. Sesaat kutatap wajah mungil itu, memakai kaos oblong dan celana putih dengan gambar Doraemon di depannya, plus sepatu kets belel, lengkap dengan gitar kecil di tangannya.

Wajah itu nampak tersenyum ceria, tak peduli laju kendaraan yang lewat hilir mudik dengan kecepatan yang tinggi di sekelilingnya, yang sering menghentakkan tubuh mungilnya. Sosok kecil itu mulai bernyanyi membawakan lagu Pecinta Wanita-nya Irwansyah yang sedang hit itu. Dengan gaya pedenya, sosok kecil itu seakan merasa menjadi sang penyanyi yang sedang menghibur para penggemarnya.  dia begitu menghayati lagu yang dinyanyikannya. Tak sadar aku tersenyum-senyum melihat gayanya yang lucu.
Aku memang pecinta wanita, tapi ku bukan buaya, yang setia pada selibu gadis ku hanya mencintai dia
Aku memang pecinta wanita yang lembut seperti dia

Lagu itu mengalir dengan mulus dari mulut mungil itu. Bukan syair lagu itu yang aku suka, tapi wajah polos seakan tanpa dosa dan tanpa beban sedikitpun. Kulihat wajah itu begitu ceria, dalam hati kuberharap dia menyanyikan satu lagu lagi, tapi harapku berakhir saat dia melangkah menghampiri mobil ke mobil dengan kantong plastik butut di tangannya. Ingin sekali aku bisa bercerita dengan sosok itu, tapi dia cepat berlalu dan aku hanya bisa menatap langkah kaki mungilnya meninggalkan keramaian jalan itu.

Seiring langkah kaki kecil yang menghilang di ujung jalan, aku merenung, mengapa aku harus sejutek ini pagi ini, mengapa aku harus bermalas-malasan, bahkan aku enggan tersenyum dengan sahabat-sahabatku di kost saat mau berangkat tadi. Bocah kecil itu seakan menyadarkan aku betapa berartinya semangat dalam hidup ini.

Benar bahwa bocah itu tak tahu banyak tentang mimpi, tak tahu banyak tentang masalah, tapi aku yakin, bocah itu tahu banyak tentang pahitnya hidup di jalanan, bocah itu juga banyak belajar tentang kerasnya hidup sebagai penyanyi jalanan, bocah itupun juga harus mengesampingkan egonya tuk bisa bermain bersama teman-temannya, tuk menikmati indahnya masa sekolah, tuk bisa duduk manis di depan TV bersama orangtuanya, tuk bisa bercanda ria dengan kakak-kakaknya.

Dia begitu tegar, bahkan tak terlihat sedikitpun kesedihan di wajahnya, bukan karena dia tak punya keinginan, bukan karena dia tak punya mimpi, tapi karena dia sanggup menghadapi kenyataan hidupnya, dia sanggup menjalani hari ini penuh dengan senyuman, bahkan sanggup membuatku tersenyum bahagia.
Ya Rabb, betapa bodohnya aku. Apa yang bisa kulakukan dengan kemalasanku? Apa yang bisa kulakukan dengan kerapuhanku? Bocah itu telah mengajarkan aku, betapa dia yang begitu polos mampu membahagiakan orang lain, betapa dia yang masih begitu muda sanggup menahan kesedihan dirinya, lalu apa yang telah aku lakukan? Manfaat apa yang telah aku tebarkan? Kebaikan apa yang telah aku lakukan? Nothing! Ternyata, aku hanya sosok yang rapuh dan cengeng, aku hanya sosok yang egois yang tak peduli dengan lingkunganku.

Ya Rabb, terima kasih kau telah pertemukan aku dengan sosok kecil itu yang sanggup mengukir senyum bahagia di wajahku pagi itu. Aku tahu kesedihan yang disimpannya, aku tahu keras kehidupan yang dilalui bersama puluhan anak jalanan lainnya. Jika kelak aku tak sanggup membuat mereka tersenyum, maka jangan biarkan aku tertawa di atas kesedihan mereka. Jika aku tak sanggup mengulurkan tanganku tuk meraih mereka, jangan biarkan aku membuat luka di hati mereka.

Rabb, maafkan aku yang bodoh, sayangi mereka yang tak sanggup kurengkuh, lindungi mereka yang tak bisa kuraih. Maafkan diri ini yang mungkin banyak melukai hamba-hambaMu, yang tak sanggup memeluk mereka saat mereka terluka, yang tak sanggup membuat mereka tersenyum saat mereka menangis.

Aku Bukan Bidadari

Hmmmfhhhhhh ...

Untuk kesekian kali puji itu kau arahkan padaku, panah penilaianmu tepat mengena di hatiku hingga sesungging senyum kau lihat saat kau lontarkan kata itu. Namun tersadarku saat kulihat mentari yang menyilaukan pandanganku untuk menikmati sinarnya, mungkin Tuhan ingin memberitahukan bahwa kebesaran-Nya lebih pantas mendapat pujian daripada seorang yang duduk di bawah mentarinya.
Perlu kau tahu, dan memang sebenarnya harus kau tahu. Aku bukan bidadari yang sempurna, gadis tak tersentuh seperti Siti Maryam, yang terjaga kesuciannya. Memang aku telah menggelar hijab, namun hijab itu hanya aku bangun dengan bahan seadanya.

Kau tahu, aku membaur dengan lawan jenis, bersenggolan, duduk di angkot, sesekali berjabat tangan dengan tangan yang tidak halal itu. Mungkin saat ini tanganku disentuh, suatu saat aku tak tahu jika Tuhan menghendakinya. Na'udzubillah.

Akupun tak setangguh Fatimatul Zahra putri Rasulullah, ada kalanya aku memprotes, mengeluh, tentang yang terjadi padaku, aku lemah, tak setangguh itu. Atau tidak sederma Khadizah binti Khuwailid, aku masih egois dengan yang telah aku miliki, hingga sayang untuk berbagi.

Kau bilang aku cantik, terima kasih untuk itu, namun aku masih biasa-biasa saja dibanding artis, apalagi seperti seorang Sarah istri nabi Ibrahim yang kecantikannya memikat sang Raja penguasa pada masa itu.
Sekali lagi, aku bukan bidadari yang sesempurna pikiranmu. Aku hanyalah gadis kecil, yang menari di balik pengetahuannya, menjaga diri dengan bangunan benteng seadanya, bertahan dalam kemelut zaman yang kiat menyesatkan.



Maafkan aku jika di seberang jalan sana aku terjatuh karena kerikil-kerikil tajam menusuk saat perjalananku. Maafkan atas sikap bodohku, yang tiada mengerti mana yang benar dan salah dalam suatu perkara. Maafkan aku jika kelemahanku dimanfaatkan mereka yang punya penyakit hatinya. Maafkan aku jika pandanganku terlintas melihat yang harusnya terjaga. Maafkan aku yang di suatu waktu lengah dengan penjagaan diriku sendiri.

Aku bukan bidadari, tapi akupun tak ingin menjadi wanita penggoda, atau hanya pemuas nafsu, atau menjadi manfaat dalam kesesatan. Sungguh, aku tak ingin nista dalam kehidupannya, walau aku tak sesempurna bidadari-bidadari surga, tak ingin ku tersesat setelah diberi petunjuk.
Sekali lagi, aku bukan bidadari. 

Maafkan aku jika sikapku ada cela..... (KS/ CJ)

Cintaku ....

Aku terdiam, membiarkan perasaan dan emosi berbaur dalam jiwaku. Entah bagaimana mengungkap semua. Aku terpaku, kecewa, bahagia, marah, sedih, cemburu. Aku bingung memilih perasaan yang mana untuk aku gunakan.

Entah bagaimana mengungkap semua perasaanku. Entahlah, yang ku bisa cuma terdiam, diam dalam gelombang perasaan yang mengombak dalam hatiku. Entahlah, bagaimana setelah ini, aku hanya mampu terdiam. Sepertinya air mataku lebih mampu mengungkapkan perasaanku daripada kata-kata yang disampaikan.

Aku tak sadar beberapa butiran bening membasahi pipiku. Namun kulihat di sekelilingku tersenyum. Aku bingung, apakah mereka sedang bahagia melihatku seperti ini atau di sisi lain ada kebahagiaan di balik kesedihanku ini.

Entahlah, bagaimana mengungkapkan semua ini. Sulit bagiku untuk berdiri menatap keadaan itu. Bagaimana aku, lagi-lagi air mataku memulainya lagi, daripada kata-kata yang ingin aku sampaikan.
Ya, akupun hanya tersandar di sudut itu, mencoba menenangkan perasaan yang bergejolak dalam dada.( Ely/Ks ) By. CJ


Kamis, 05 April 2012

Sketsa Hidup ....

Pagi ini, seperti pagi yang lain, aku selalu memperhatikan setiap persitiwa di jalan yang aku lalui sambil menelusuri jalan pagi ini  dengan sedikit santai. Menangkap berbagai potret hidup manusia yang tampil di setiap sisi-sisi jalan. Memaknainya, merenunginya, lalu menggali inspirasi yang hadir bersamanya. Untuk menjadi energi motivasi, energi hidup, agar esok aku tak perlu menyerah dalam setiap kejatuhan-kejatuhan yang hadir setelahnya. Sebab pengalamanlah yang menjadi guru terbaik dalam kehidupan.

Dan pagi ini, kebetulan sekali potret yang tertangkap kilasan singkat pandanganku adalah sebuah sketsa yang menggelitik. Seorang Bapak paruh baya yang memiliki postur tubuh sedikit lebih pendek dan kecil tampak sedang bertransaksi dengan rekan bisnisnya. Di dekat mereka ada pick-up berwarna hitam, sepertinya milik si Bapak. Tiba-tiba mobil pick up itu bergerak sendiri ke depan mengikuti sisi jalan yang memang agak menurun. Kontan si Bapak segera berlari mengejar pick up tersebut dan berusaha meraih bagian belakangnya. Dan berhasil! Sayangnya tenaga dan postur si Bapak tak mampu menahan laju pick up yang terus menyeretnya. Ia terseret mobilnya sendiri seperti seorang gembala terseret kerbaunya.

“Hahahahahahahaha…wakakakakakakka…huahuahuahuahua….”

Aku tertawa lepas, nyaring sekali. Mungkin seperti itu juga pengendara yang lain yang sempat menangkap sketsa ini. Yang aku heran adalah, mengapa si Bapak justru meraih bagian belakang mobilnya dan bukannya menuju pintu depan mobil lalu menaikkan rem tangannya. Pemandangan yang lucu. Lalu lanjutan sketsa ini hanya dapat aku lihat melalui kaca spion mobil yang semakin menjauh.

Sahabat, selalu saja ada yang lucu dalam kehidupan kita. Kelucuan-kelucuan yang sengaja diciptakan Allah untuk menjadi warna-warni kisah kita. Agar hidup ini tidak melulu hitam putih atau monochrome. Tetapi indah, seperti pelangi yang memiliki spectrum berjuta warna. Terkadang memang kita sedih, tapi tak jarang hadir penggalan kisah yang juga membahagiakan. Terkadang hadir situasi yang mematahkan asa, tapi sering pula menghampiri peristiwa yang membagkitkan energi jiwa. Sebuah siklus yang dipergilirkan, agar -sekali lagi- hidup ini penuh warna.

Namun sketsa-sketsa menggelitik yang hadir dalam serpihan-serpihan kecil hidup kita bagi sebagian orang seringkali berlalu tanpa makna. Kejadian demi kejadian dipersepsi sebagai sesuatu yang terpisah, bukan anak-anak puzzle yang dibaliknya tersimpan lukisan indah. Lalu setiap orang yang menjadi bagian dari persitiwa-peristiwa dianggap mewakili takdir baik atau takdir buruknya. Padahal, bisa jadi Allah menciptakan peristiwa itu untuk menjadi pelajaran berharga bagi seluruh manusia. Seperti takdir seorang anak yang dibunuh oleh Nabi Khidir untuk menjadi pelajaran bagi Nabi Musa dan ummat manusia setelahnya, termasuk kita.

Yang pasti, hari ini aku masih sempat tertawa. Oleh sebuah persitiwa yang sengaja diciptakan Allah untukku, agar sejenak jiwa yang sedang gundah ini dapat merasakan warna yang lain. Warna kehidupan…. seperti kutipan syair lagunya Om Iwan Fals nich ...  

"Seperti elang kami melayang,
Seperti air kami mengalir,
Seperti mentari kami berputar,
Seperti gunung kami merenung,
Di lingkaran kami berpandangan,
Di lingkaran kami mengucapkan,
Aku cinta padamu..."


Rabu, 04 April 2012

Indonesia Ku ...

“ Kapan Mau Maju .." 
  ( Dikutip dari artikel seorang teman .. )

Semua pejabat pemerintahan harusnya mengerti bahwa menjadi seorang pejabat adalah sebuah komitmen besar. Komitmen untuk membawa kemajuan bagi bangsa ini, komitmen untuk mengubah situasi bangsa menjadi lebih baik. A commitment to drive the country to a better place where everyone can live a decent life.

Tapi entah mengapa, rasanya setiap pejabat pemerintahan hanya melihatnya sebagai sebuah pekerjaan saja. Tidak ada inovasi atau terobosan untuk mengubah nasib rakyatnya. Malah sepertinya mereka berusaha untuk tetap membuat semua rakyatnya bodoh supaya gampang dibodoh – bodohin. Yang kaya akan bertambah kaya, yang miskin semakin terpinggirkan!
Entah mengapa pula, rasanya setiap pejabat pemerintahan kerjaannya mengeluh saja. Gaji saya kurang besar, wc saya kurang elit, gedung tempat saya bekerja kurang mewah, mobil dinas saya kurang baru, rumah dinas saja kurang besar.

Kalo gaji kurang besar kenapa ga buka usaha sendiri saja? Buat apa wc elit, emangnya mau tidur di wc (anggota DPR kerjaannya bukan sidang, tapi tidur)? Gedung mewah buat apa kalo pejabatnya ga pernah ada ditempat pada saat dicari – cari? Mobil hanyalah mobil, gunanya hanya untuk membawa anda dari tempat A ke tempat B, ga perlu mobil mewah apalagi kalo mobil mewah itu dibeli dengan uang rakyat yang notabene masih susah cari makan.
Kalo memang tidak sanggup untuk berkomitmen, lebih baik jangan menjadi pejabat lah. Kalo hanya melihat posisi itu sebagai sebuah pekerjaan untuk mencari uang, lebih baik jangan menjadi pejabat lah.
Jadilah pejabat yang bernurani, yang berkomitmen tinggi dan yang siap memajukan bangsa ini!

Tapi kalo melihat realita di lapangan saat ini, pejabat pemda dan pusat sama saja kelakuannya. Mereka hanya melihatnya sebagai sebuah pekerjaan, sebuah posisi untuk mencari uang untuk dirinya dan kroni – kroninya.
Ah… miris memang melihat berita gontok – gontokan di dunia politik Indonesia.

Entah kapan negara ini bakalan bisa maju kalo kalian seperti ini terus. Yang ada malah kita mengalami kemunduran secara teratur. Sedih memang!