Hujan gerimis kembali mengguyur Jakarta pagi itu. Seperti biasa, aku
melangkahkan kakiku menuju kantor. "Hhh..." aku mendesah malas. Pagi itu
rasanya malas sekali tuk berangkat kerja. Sudah bangun kesiangan,
ditambah hujan. "Hmm.. Coba kalau libur, bisa gak keluar deh dari
kamar."
Baru saja aku melangkah dari garasi rumahku, dan dengan malas kulangkahkan
kakiku di depan kompleks perumahanku. Hujan gerimis seakan begitu
mengerti kemalasanku pagi ini. Di balik jaket tebalku, aku
berlindung dari rintik hujan yang masih setia menemani langkahku.
Beberapa saat kemudian, bis jemputan yang kutunggupun datang menghampiriku.
Bersyukur mendapatkan posisi yang nyaman, Segera kuayunkan kakiku
menuju bangku itu. Buspun melaju perlahan. Tak kuhiraukan pemandangan di
kanan kiriku, aku sedang asyik menikmati rintik hujan yang menyirami
dedaunan, seakan tersenyum dan menari mengajakku tertawa menyambut pagi.
Tiba-tiba sudut mataku menangkap sesosok kecil berlari menuju jalan. Kualihkan pandanganku ke arah pintu bus yang
kutumpangi, aku melihat sosok kecil berdiri di dekat jendela bus ku. Sesaat kutatap wajah mungil itu, memakai kaos oblong dan
celana putih dengan gambar Doraemon di depannya, plus sepatu kets belel,
lengkap dengan gitar kecil di tangannya.
Wajah itu nampak tersenyum ceria, tak peduli laju kendaraan yang lewat hilir mudik dengan kecepatan yang tinggi di sekelilingnya, yang sering
menghentakkan tubuh mungilnya. Sosok kecil itu mulai bernyanyi
membawakan lagu Pecinta Wanita-nya Irwansyah yang sedang hit itu. Dengan
gaya pedenya, sosok kecil itu seakan merasa menjadi sang penyanyi yang
sedang menghibur para penggemarnya. dia begitu menghayati lagu yang
dinyanyikannya. Tak sadar aku tersenyum-senyum melihat gayanya yang
lucu.
Aku memang pecinta wanita, tapi ku bukan buaya, yang setia pada selibu gadis ku hanya mencintai dia
Aku memang pecinta wanita yang lembut seperti dia
Aku memang pecinta wanita yang lembut seperti dia
Lagu itu mengalir dengan mulus dari mulut mungil itu. Bukan syair
lagu itu yang aku suka, tapi wajah polos seakan tanpa dosa dan tanpa
beban sedikitpun. Kulihat wajah itu begitu ceria, dalam hati kuberharap
dia menyanyikan satu lagu lagi, tapi harapku berakhir saat dia melangkah
menghampiri mobil ke mobil dengan kantong plastik butut di tangannya.
Ingin sekali aku bisa bercerita dengan sosok itu, tapi dia cepat berlalu
dan aku hanya bisa menatap langkah kaki mungilnya meninggalkan keramaian jalan itu.
Seiring langkah kaki kecil yang menghilang di ujung jalan, aku
merenung, mengapa aku harus sejutek ini pagi ini, mengapa aku harus
bermalas-malasan, bahkan aku enggan tersenyum dengan sahabat-sahabatku
di kost saat mau berangkat tadi. Bocah kecil itu seakan menyadarkan aku
betapa berartinya semangat dalam hidup ini.
Benar bahwa bocah itu tak tahu banyak tentang mimpi, tak tahu banyak
tentang masalah, tapi aku yakin, bocah itu tahu banyak tentang pahitnya
hidup di jalanan, bocah itu juga banyak belajar tentang kerasnya hidup
sebagai penyanyi jalanan, bocah itupun juga harus mengesampingkan egonya
tuk bisa bermain bersama teman-temannya, tuk menikmati indahnya masa
sekolah, tuk bisa duduk manis di depan TV bersama orangtuanya, tuk bisa
bercanda ria dengan kakak-kakaknya.
Dia begitu tegar, bahkan tak terlihat sedikitpun kesedihan di
wajahnya, bukan karena dia tak punya keinginan, bukan karena dia tak
punya mimpi, tapi karena dia sanggup menghadapi kenyataan hidupnya, dia
sanggup menjalani hari ini penuh dengan senyuman, bahkan sanggup
membuatku tersenyum bahagia.
Ya Rabb, betapa bodohnya aku. Apa yang bisa kulakukan dengan
kemalasanku? Apa yang bisa kulakukan dengan kerapuhanku? Bocah itu telah
mengajarkan aku, betapa dia yang begitu polos mampu membahagiakan orang
lain, betapa dia yang masih begitu muda sanggup menahan kesedihan
dirinya, lalu apa yang telah aku lakukan? Manfaat apa yang telah aku
tebarkan? Kebaikan apa yang telah aku lakukan? Nothing! Ternyata, aku
hanya sosok yang rapuh dan cengeng, aku hanya sosok yang egois yang tak
peduli dengan lingkunganku.
Ya Rabb, terima kasih kau telah pertemukan aku dengan sosok kecil itu
yang sanggup mengukir senyum bahagia di wajahku pagi itu. Aku tahu
kesedihan yang disimpannya, aku tahu keras kehidupan yang dilalui
bersama puluhan anak jalanan lainnya. Jika kelak aku tak sanggup membuat
mereka tersenyum, maka jangan biarkan aku tertawa di atas kesedihan
mereka. Jika aku tak sanggup mengulurkan tanganku tuk meraih mereka,
jangan biarkan aku membuat luka di hati mereka.
Rabb, maafkan aku yang bodoh, sayangi mereka yang tak sanggup
kurengkuh, lindungi mereka yang tak bisa kuraih. Maafkan diri ini yang
mungkin banyak melukai hamba-hambaMu, yang tak sanggup memeluk mereka
saat mereka terluka, yang tak sanggup membuat mereka tersenyum saat
mereka menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar